PETANI MOHON IZIN TANAM KOMODITI PANGAN

PETANI  MOHON IZIN TANAM KOMODITI PANGAN

Oleh

Ach Rozani

Pertanian adalah ibu peradaban. Keberadaan mengawali lahirnya peradaban manusia dan menjadi bagian sentral dari peradaban. Dalam kepustakaan antropologi, keberadaan petani dipercaya sudah setua peradaban pertama yang muncul 6000 tahun lalu di Mesopotamia.  Pengalaman pahit krisis ekonomi yang menerpa Indonesia tahun 1997-1999 memberikan sebuah pelajaran berharga yang dapat dipetik yakni pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pencapaian pertumbuhan tinggi melalui pemacuan investasi berfokus pada sektor industri berbasis bahan baku eksternal ternyata tidak menghasilkan pembangunan yang berkelanjutan bahkan cenderung menggiring bangsa ini menuju kebangkrutan secara ekonomi dan politik.

Mentri Pertanian Republik Indonesia Ir. Suswono, MMA  menyatakan bahwa  kepemilikkan lahan oleh petani di indonesia rata-rata hanya mempunyai 0,3 hektar, 43 juta tenaga kerja di Indonesia dimana 50 persen angkatan kerja tersebut berjasa untuk ketersediaan pangan di tanah air dan menjadi andalan ekspor.  Dan hasil kajian produksi pangan nasional sebagian besar sangat bergantung pada petani gurem berlahan sempit. Artinya, sebagian besar produksi pangan nasional dihasilkan para petani kecil yang memiliki sumberdaya sangat terbatas.  Ini menandakan bahwa sesungguhnya pertanian sebagai sektor real adalah sektor penopang dan penyelamat ekonomi bangsa dan dapat peredam gejolak sosial karena sempitnya lapangan pekerjaan.

“…petani kecil kita, seperti semua golongan yang tersisa dari ragam produksi yang telah lalu, remuk-redam tanpa harapan. Dia adalah proletariat masa depan”
(F. Engels, The Peasant Questions in France and Germany. 1956)

Ukuran yang dikatakan sebagai petani kecil hari ini belum dapat di definisikan secara jelas namun penulis mencoba memberikan batasan melalui skala usaha taninya yakni dari sisi pendapatan dimana hasil usaha pertanian itu hanya cukup untuk hidup sehari-hari dan ukuran tanah (land size), dimana ketika petani yang tak bertanah/penggarap atau hanya memiliki tanah kurang  dari 2 hektar ciri itu disebut dengan petani kecil.  Karakter pola penggunaan tanah untuk pertanian di indoensia tergolong menjadi dua, yakni : usaha pertanian skala besar (perkebunan) yang di Kelola perusahaan BUMN maupun Swasta dan Usaha pertanian rakyat yang di golongkan menjadi dua menurut komoditasnya yakni usaha Perkebunan rakyat dan usaha pertanian tanaman hortikultura dan atau pangan.

Polemik di  petani yang terjadi dan di pandang ancaman hambatan serius bagi petani kecil hingga menengah adalah terkait draft Permentan tentang pedoman perizinan usaha budidaya tanaman pangan selain mengatur izin tentang usaha pertanian pangan sekelas korporasi/perusahaan besar maupun korporasi multinasional juga mengatur izin usaha tanaman pangan untuk tani skala kecil – menengah. Rencana Permentan ini merupakan tindak lajut dari PP No. 18 tahun 2010 tentang usaha budidaya tanaman.  Dimana untuk usaha tani dengan skala usaha lebih dari 25 Ha dan atau menggunakan tenaga kerja tetap lebih dari 10 orang harus didaftar oleh bupati / walikota jika dalam satu wilayah kabupaten kota  dan Gubernur jika lintas kabupaten kota,  dengan 7 syarat yg harus dipenuhi untuk mendapatkan Izin tersebut. Sehingga draft permentan ini sangat menyedihkan bagi petani sebab di satu sisi petani harus di adapkan dengan aturan birokrasi yg berpotensi korup karena ada wewenang berpotensi disalah gunakan dan disisi lain petani kecil dan menengah harus berjuang melawan korporasi besar yang bergerak di bidang pangan sehingga seolah model kebijakkan pertanian negara ini seolah – olah di bentuk tak sepenuh hati berpihak dan mempermudah daya jangkau (Aksesibilitas) petani kecil untuk dapat tumbuh dan berkembang.

Sehingga visi pemerintah yang berjanji meningkatkan kesejahteraan petani dan keluarganya telah bergeser menjadi meningkatkan produktivitas sektor pertanian, dan kesejahteraan petani bukan lagi tujuan utama. Petani diperankan menjadi sekadar salah satu faktor produksi atau lebih tepatnya hanya mesin perah saja oleh pemerintah.

Petani selalu menjadi bagian dalam suatu ragam produksi. Meski derajat mereka relatif sama, yaitu sebagai lapisan masyarakat bawah, tetapi kedudukan dalam hubungan produksi mereka tidaklah sama sepanjang sejarah (Wolf, E. Petani.  1985)

Satu pemikiran pada “PETANI MOHON IZIN TANAM KOMODITI PANGAN

Tinggalkan komentar